Dalam ranah praksis, kita juga harus bertanya: di mana letak para guru dalam dinamika ini? Jika guru tidak hadir sebagai penengah, pemelihara suasana batin siswa, dan fasilitator aspirasi, maka peran pedagogis mereka menjadi kehilangan makna. Guru seharusnya menjadi cermin nilai-nilai kebijaksanaan yang mampu mendinginkan gejolak dan menjadi jembatan antara kebijakan manajemen dan kenyataan siswa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Peter Senge dalam The Fifth Discipline, organisasi pembelajar adalah organisasi yang adaptif, reflektif, dan terbuka terhadap umpan balik. Jika sekolah tidak mampu mengelola kritik dan hanya memandangnya sebagai ancaman, maka sesungguhnya sekolah itu sedang menjauh dari hakikatnya sebagai lembaga pencerdas kehidupan bangsa.
Sebagai akademisi, saya tidak melihat demonstrasi siswa sebagai bentuk pembangkangan, tetapi sebagai isyarat dari sistem yang stagnan dan tertutup. Ia adalah cermin dari krisis kepemimpinan, kemacetan komunikasi, dan kemiskinan ruang dialog. Dalam konteks ini, kita tidak boleh sekadar mencari siapa yang salah, melainkan harus mulai membenahi cara berpikir kita tentang sekolah—bukan sebagai institusi kekuasaan, tetapi sebagai rumah dialog, tumbuh bersama, dan berbagi makna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh Hansein Arif Wijaya M.Pd
Halaman : 1 2