Penyakit usus buntu adalah peradangan yang memicu pembengkakan pada usus buntu atau apendiks. Kondisi ini bisa dipicu oleh sejumlah faktor, salah satunya karena tak mengunyah makanan dengan baik.
Usus buntu, atau apendisitis, adalah kondisi di mana apendiks, yaitu organ kecil yang terletak di bagian kanan bawah perut, mengalami peradangan. Penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya usus buntu:
- Obstruksi atau Sumbatan: Salah satu penyebab utama apendisitis adalah obstruksi atau penyumbatan pada saluran yang menghubungkan apendiks dengan usus besar. Ini bisa disebabkan oleh tinja yang keras, benih buah, atau pertumbuhan jaringan yang abnormal.
- Infeksi: Infeksi pada saluran pencernaan atau infeksi sistemik dapat menyebabkan peradangan pada apendiks. Bakteri yang menginfeksi apendiks juga dapat berperan dalam perkembangan apendisitis.
- Faktor Genetik: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami apendisitis. Jika ada anggota keluarga yang pernah mengalami apendisitis, risiko Anda mungkin lebih tinggi.
- Faktor Umur dan Jenis Kelamin: Apendisitis lebih umum terjadi pada orang dewasa muda dan remaja, meskipun dapat terjadi pada semua usia. Selain itu, pria cenderung lebih sering mengalami apendisitis dibandingkan wanita.
- Kondisi Medis Lain: Beberapa kondisi medis seperti penyakit Crohn atau kondisi lain yang memengaruhi saluran pencernaan dapat meningkatkan risiko apendisitis.
Meskipun berbagai faktor dapat berkontribusi terhadap terjadinya apendisitis, penting untuk diingat bahwa tidak selalu mungkin untuk menentukan penyebab pasti pada setiap kasus. Jika Anda mengalami gejala seperti nyeri perut yang hebat, mual, muntah, atau demam, segera cari bantuan medis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada beberapa faktor terjadinya usus buntu, salah satunya feses yang keras. Feses keras dapat terjadi karena kita tidak mengunyah makanan dengan baik sebanyak 36 kali kunyahan,” kata dokter spesialis bedah digestif Dr dr Made Agus Dwianthara Sueta, SpB, Subsp BD(K), dalam diskusi daring bersama Kemenkes RI, dikutip Minggu (25/8/2024).
Apabila seseorang jarang mengunyah dengan baik, kata dr Agus, lambung umumnya akan bekerja lebih berat dari yang seharusnya. Imbasnya, satu hingga 0,5 persen makanan yang masuk bisa saja tak diproses oleh lambung, yang kemudian makanan tersebut masuk ke usus halus dan berputar di sana.
Meskipun demikian, sudah mengunyah dengan baik tak lantas bebas dari risiko usus buntu lantaran feses mengeras pun masih mungkin terjadi. Sebab, enzim yang bekerja di sistem pencernaan juga belum tentu dapat bekerja 100 persen.
“Sehingga kemungkinan besar, usia-usia yang sering terjadi usus buntu adalah usia dewasa yang produktif. Tapi bukan berarti anak kecil dan lanjut usia tidak bisa terkena, semua bisa,” kata dr Agus
Pada gaya hidup usia dewasa yang masih produktif, lanjut dr Agus, biasanya seseorang makan dengan terburu-buru karena memiliki banyak kegiatan.
Feses yang keras akan masuk dan menyumbat usus buntu. Akibatnya, cairan yang diproduksi oleh usus buntu tidak dapat keluar karena tersumbat yang menyebabkan usus buntu akan membesar dan meradang.
Ketika usus buntu meradang, maka kondisi ini pun akan mengganggu organ-organ tubuh di sekitarnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan gejala pada pengidap.
Karena itu, dr Agus pun mengimbau agar masyarakat dapat melakukan tata cara makan yang baik untuk menghindari usus buntu. Misalnya, mengunyah dengan baik, tidak terburu-buru saat makan, dan fokus pada saat sedang makan.
Nah, itulah tadi Penyebab Penyakit Usus Buntu