Jika bajojo terjadi dengan rasan (negosiasi) yang baik, pernikahan boleh dilaksanakan di kediaman perempuan (disebut numpang kawin). Namun, jika bajojo terjadi dengan rasan yang tidak baik (pelarian), nikah harus dilaksanakan di kediaman laki-laki dan calon pengantin perempuan harus tinggal di sana sampai nikah. Pihak laki-laki juga harus membayar lebih besar dari permintaan sebelumnya, biasanya berupa kerbau, keris, jala, dll.
Sebelum nikah, calon pengantin perempuan yang memiliki saudara tua yang belum menikah harus memberikan pelang kahan (perlengkapan) berupa pakaian, kain sarung, ikat pinggang, kopiah, dan sandal untuk saudara laki-laki; pakaian, kain, selendang, sandal, dan perlengkapan pakaian dalam untuk saudara perempuan.
Pada hari pernikahan, mempelai laki-laki hanya membawa mas kawin yang telah disepakati dalam musyawarah sebelumnya (ngulangrasan).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
2. Hari Masak
Gotong royong merupakan tradisi yang masih melekat dalam masyarakat adat Linggau. Ini terlihat pada hari bemasak yang dilakukan sehari setelah prosesi pernikahan. Seluruh kerabat, handai taulan, dan warga dusun berkumpul membantu dalam acara perkawinan. Ibu-ibu membawa bahan makanan dan membantu memasak di dapur, sedangkan para bujang dere (pemuda-pemudi) menari, berbalas pantun, dan bersenda gurau.
Orang tua pihak perempuan akan menemui pelara (dukun) untuk persiapan tahapan adat mandi kasai, membawa bahan-bahan yang dibutuhkan untuk upacara.
3. Pesta Malam (Deker)
Setelah bemasak, pada sore hari pengantin laki-laki dijemput untuk mempersiapkan acara malam yakni pesta malam atau deker. Acara ini melibatkan muda-mudi dari dusun setempat dan tamu. Mereka bernyanyi, bersholawat, bermain musik rebana (Saropal Anam), berbalas pantun, dan menari bersama.
4. Mapak Sedekah
Persedekahan dilakukan di pagi hari setelah malam deker, tergantung dari kesepakatan tentang bejojo. Arak-arakan dilakukan untuk mempertemukan kedua calon pengantin dalam acara persedekahan.
5. Mandi Kasai
Upacara adat ini dilaksanakan setelah persedekahan, merupakan bagian akhir dari rangkaian upacara adat perkawinan. Mandi Kasai adalah mandi pengantin, dilaksanakan setelah acara persedekahan atau duduk pengantin. Ini menandakan bahwa kedua pengantin melepaskan masa remaja dan memasuki kehidupan berumah tangga dengan segala aturan tak tertulisnya.
Persiapan Mandi Kasai:
- Keperluan saat mandi di sungai: Tikar purun, mangkok langer berisi jeruk nipis, peliman sirih, bakul kecil berisi sumping, pakaian cadangan, perlengkapan mandi, dll.
- Pakaian sebelum mandi: Pengantin laki-laki memakai pakaian teluk belango, kain songket, ikat kepala, keris, sandal. Pengantin perempuan memakai kain lasem, kebaya, dan selendang.
- Pakaian setelah mandi: Pengantin laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian adat yang lebih formal dan lengkap.
- Keperluan di tangga rumah: Tangga lawu, mangkuk tepung tawar, kuas, dan perlengkapan lainnya.
- Keperluan di dalam rumah: Mangkok tepung tawar, nasi gemuk berkunyit, air minum, nasi tumpeng, dll.
Arak-arakan Menuju Sungai:
- Pengantin laki-laki dan perempuan diarak menuju sungai dengan pakaian adat.
- Kedua pengantin berjalan sejajar diapit oleh tua bujang dan tua dere.
Pelaksanaan Mandi Kasai:
- Kedua pengantin duduk bersimpuh di atas tikar purun, dilanger oleh pelara dengan air jeruk nipis.
- Setelah pelangiran, dilakukan mandi simburan, di mana air disimburkan ke arah masyarakat yang hadir.
- Pengantin berganti pakaian, makan sirih, dan pemasangan sumping.
Upacara adat mandi kasai mempunyai makna penting bagi kedua pengantin untuk memasuki kehidupan berumah tangga dengan kesadaran dan kesiapan yang baru, serta mengenal dan diterima oleh keluarga besar masing-masing.
Source : Tata Cara Adat Perkawinan Linggau di Sumatera Selatan